Meratanya kebodohan terhadap ilmu syar'i pada masyarakat mengakibatkan
kebingungan dan kerancuan pada pemikiran serta pemahaman generasi muda
muslim belakangan ini sehingga jadilah dipandangan mereka yang
sebenarnyan buruk menjadi baik , yang sebenarnya bid'ah menjadi sunnah,
serta yang sebenarnya Syirik menjadi Tauhid...inilah realita kaum
muslimin sekarang...sehingga jadilah agama islam itu asing di kalangan
para pemeluknya sendiri...sebagaimana sabada Rasulullah shalalallahu
alaihi wa sallam:
“Islam itu pada mulanya asing dan nanti akan kembali menjadi asing. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu."
Mengenai pembahasan kita kali ini adalah "apakah bisa dibenarkan
menghancurkan kuburan?" apakah hal itu termasuk sesuatu hal yang di
diperintahkan dalam agama islam ini...mari kita simak langsung sumber
hukum kita Al-Qur'an dan As Sunnah dan kita kesampingkan dahulu ego kita
masing-masing karena agama ini adalah milik Allah semata.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. 4:59)
Perhatikanlah oleh kita semua -Semoga Allah memberikan Taufiq-Nya kepada kita semua- :
"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik) …." [az-Zumar: 39/3].
A. Larangan Beribadah di sisi Kuburan / mejadikannya sebagai tempat Ibadah.
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lima hari sebelum
kematiannya, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
telah menjadikan kuburan (para nabi dan orang-orang shalih dari mereka)
sebagai masjid, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu
sebagai tempat ibadah (masjid), karena sungguh aku melarang kalian dari
hal itu”.[Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Masajid 532]
2. Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata di saat sakit menjelang kematiannya, “Sungguh Allah melaknat
orang Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kubur Nabi mereka
sebagai masjid (layaknya tempat ibadah). “Beliau memperingatkan agar
tidak melakukan seperti apa yang mereka lakukan" .
3. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Seandainya bukan karena sabda
beliau ini, tentu kubur beliau akan ditampakkan di luar rumah. Sungguh
hal itu adalah terlarang jika ada yang menjadikan kuburannya sebagai
masjid / tempat ibadah.”
4. Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat Allah menurunkan ayat
(yang artinya): “Orang-orang beriman yaitu mereka yang tidak mencampuri
keimanan mereka dengan kezholiman” (QS. Al An’am: 82)”. Ketika mendengar
ayat tersebut, para sahabat pun menjadi gelisah. Mereka pun bertanya
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Lantas siapakah –wahai Rasul-
yang tidak berbuat zholim pada dirinya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Sesungguhnya yang dimaksud zholim dalam ayat tersebut
adalah syirik. Tidakkah kalian mendengar perkataan seorang hamba yang
sholih (yang artinya), “Sesungguhnya syirik adalah kezholiman yang
paling besar?”
5. Begitu pula Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka berkata: “Jangan
sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr” (QS. Nuh: 23)
Para ulama salaf mengatakan, “Berhala-berhala yang disebutkan dalam ayat
tersebut dulunya adalah orang-orang sholih di kaum Nuh. Ketika mereka
mati, kaum Nuh beri’tikaf di kubur mereka dan membuat patung-patung yang
menyerupai mereka. Inilah awal penyembahan berhala.”
6. Dalam hadits lain, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bercerita,
ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam jatuh sakit, maka beberapa orang
isteri beliau sempat membicarakan tentang sebuah gereja yang terdapat
di negeri Habasyah (Ethiopia), yang diberi nama Maria – Ummu Salamah dan
Ummu Habibah sudah pernah mendatangi negeri Habasyah – kemudian mereka
menceritakan tentang keindahan gereja dan gambar-gambar yang terdapat di
dalamnya. ‘Aisyah bercerita, “(Kemudian nabi shalallahu ‘alaihi wa
salam mengangkat kepalanya) seraya berucap, “Mereka itu adalah
orang-orang yang jika ada orang shalih di antara mereka yang meninggal
dunia, maka mereka akan membangun masjid di makamnya itu lalu mereka
memberi barbagai macam gambar di tempat tersebut. Mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk di sisi Allah (pada hari kiamat kelak).”
B. Hukum meratakan Kuburan
1. Imam Muslim Rahimahullah meriwayatkan dari hadits Jabir Radhiyallahu
'anhu, bahwa ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
melarang untuk memagari kuburan, duduk-duduk di atasnya dan membuat
bangunan di atasnya"
2. Dari Abu al-Hayyaj al-Asadi, ia berkata, ”’Ali bin Abi Tholib
radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku :
”Ingatlah aku mengutusmu sebagaimana Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengutusku : ’Janganlah kamu biarkan patung kecuali kamu
hancurkan, dan janganlah pula kamu biarkan kuburan yang berlebihan
kecuali kamu ratakan.’” (HR. Muslim : 696)
3. Dari Abu Tsumamah bin Syufiyyi, ia berkata, ”Kami bersama Fudholah
bin ’Ubaid berjihad di bumi Romawi, di daerah Rudais. Salah seorang
sahabat kami meninggal dunia, lalu Fudholah bin ’Ubaid radhiyallahu
‘anhu memerintahkan kami agar meratakan kuburannya, lalu ia berkata :
’Aku mendengar Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk meratakannya.’” (HR. Muslim : 968)
4. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma dia berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengapur kuburan,
duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim no. 970)
C. RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM TIDAK PERNAH MEMERINTAHKAN UNTUK MELESTARIKAN SITUS SEJARAH ISLAM
Dalam masalah ini sangatlah jelas, bahwasanya Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabat tidak terlalu memikirkan situs-situs
sejarah. Begitu pula beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah
merencanakan dengan niat secara khusus melakukan safar (perjalanan) ke
tempat-tempat tersebut.
Belum ditemukan ada riwayat yang menunjukkan diri Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam melakukan pendakian ke bukit-bukit bebatuan untuk
mengunjungi Gua Hira, Gua Tsaur, Badr, atau tempat kelahiran beliau pada
pasca hijrahnya . Kalau ada yang menyatakan telah terjadi Ijma’ di
kalangan sahabat mengenai disyariatkannya melestarikan tempat-tempat
peninggalan sejarah, seperti rumah tempat kelahiran Nabi, Bi`ru (sumur)
'Arîs, maka hal itu tidak bisa dibuktikan, walaupun hanya dengan satu
pernyataan seorang sahabat . Para sahabat dan orang-orang yang hidup
pada qurûn mufadhdhalah (masa yang utama, yaitu generasi sahabat,
tabi'in dan tabi'it tabi'in) tidak pernah melakukannya, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mensyariatkannya.
D. LIHATLAH LEBIH JELAS LAGI Apa yang di lakukan Umar Radhiyallahu anhu terhadap Pohon Ridwan
Ibnu Wadhdhâh meriwayatkan, bahwasanya 'Umar bin al-Khaththâb
memerintahkan untuk menebang sebuah pohon di tempat para sahabat
membaiat Rasulullah di bawah naungannya (yaitu yang dikenal dengan
Syajaratur-Ridhwân). Alasannya, karena banyak manusia mendatangi tempat
tersebut untuk melakukan shalat di bawah pohon itu. Beliau Radhiyallahu
'anhu MENGKHAWATIRKAN TIMBULNYA FITNAH (KESYIRIKAN) PADA MEREKA
NANTINYA, SEIRING DENGAN PERJALANAN WAKTU.
Dari keputusan 'Umar bin al-Khaththâb ini dapat kita ketahui bila di
kalangan para sahabat tidak terdapat Ijma' tentang bertabaruk (mencari
berkah) melalui situs-situs sejarah peninggalan masa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Riwayat yang ada justru menyatakan adanya
larangan bertabarruk ataupun beribadah di tempat-tempat tersebut.
Keputusan Amirul-Mukminin 'Umar bin al-Khaththâb ini juga sudah cukup
untuk menjelaskan sikap Pemerintah Saudi yang tidak memberi akses
kemudahan menuju tempat-tempat bersejarah yang ada di Makkah, terutama
jalan menuju Gua Hira maupun Gua Tsaur yang terjal lagi berbatuan tajam.
Meski demikian, sejumlah kaum muslimin tetap nekad dan rela bersusah
payah, dan tidak menutup kemungkinan mempertaruhkan nyawa berupaya
mencapai tempat-tempat itu, kemudian berdesak-desakan untuk mengerjakan
shalat di sana, dan ngalap berkah (mencari berkah) di tempat yang tidak
dianjurkan oleh syariat.
E. MEWASPADAI ALASAN PELESTARIAN
Ketegasan yang brilian dari Amirul-Mukminin 'Umar bin al-Khaththaab itu
sangat berbeda dengan yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini.
Bahkan di sebagian daerah, situs-situs bersejarah itu sangat mendapatkan
perhatian. Sehingga dicanangkan usaha rehabilitasi dan pemugaran supaya
lebih menarik. Dengan dalih, mempunyai potensi dapat meningkatkan
pendapatan daerah, menjaga kekayaan literatur budaya, atau lainnya.
Karenanya, dinas pariwisata setempat berupaya kuat “menjualnya” untuk
menarik wisatawan domestik maupun dari manca negara.
Sementara itu diketahui, pelestarian budaya yang digalakkan tersebut
banyak memberi nuansa kesyirikan, dan di negeri ini cukup beragam
bentuknya. Ada berupa telaga, yang konon mengandung air suci dan
diyakini dapat menyembuhkan penyakit, pintu keraton, kereta kencana,
upacara larung kepala kerbau untuk memberi persembahan kepada penjaga
lautan, persembahan sesajen, ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri (dewi
padi) karena telah memberi panenan yang baik, tradisi-tradisi adat suku
tertentu yang kadang dibarengi dengan pengagungan terhadap
senjata-senjata pusaka. Sebagian contoh-contoh ini sangat berpotensi
mengikis aqidah seorang muslim, karena banyak mengandung unsur
kesyirikan maupun maksiat-maksiat lainnya. Adapun syirik, ia termasuk
dosa terbesar. Dan lebih parah lagi orang yang menjajakan dan menyeru
manusia kepada perbuatan syirik, yang berarti ia telah sesat dan
menyesatkan orang lain. Dia telah menantang Allah di dalam kerajaan-Nya
dengan mengajak orang lain untuk mengagungkan atau melakukan penyembahan
kepada selain Allah. Seolah ia hendak melakoni peran yang dilakukan
'Amr bin Luhay, yaitu yang pertama kali menggagas perbuatan syirik di
bumi Arab dan merubah agama Nabi Ibrahim.
F. Penyebab utama perbuatan syirik di muka bumi (SEJARAH TERJADINYA KESYIRIKAN DI MUKA BUMI)
Awal mula terjadinya kesyirikan di muka bumi disebabkan mengagungkan
kuburan para wali.
Alloh Ta’ala berfirman :
”Dan mereka berkata, ’Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa’, yaghuts, ya’uq, dan nasr.’” (QS.
Nuh : 23). Mereka adalah nama-nama orang sholih dari kaum Nuh, ketika
mereka meninggal dunia setan membisikkan kepada kaumnya agar mendirikan
patung di tempat yang biasa mereka mengadakan majelis dan memberi nama
patung tersebut dengan nama-nama mereka sekedar untuk mengenang mereka ,
maka merekapun melakukan hal itu namun patung-patung tersebut belum
disembah, sehingga apabila generasi pertama telah tiada (tinggallah
anak-anak mereka), sedangkan ilmu telah dilupakan (tentang asal muasal
pembuatan patung tersebut), maka generasi selanjutnya menjadikan
patung-patung tersebut sebagai sesembahan.” (HR. Bukhori : 4920)
G. Seputar Makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
Tanya: Apa benar makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang di dekat Masjid Nabawi itu? Terus ceritanya bagaimana kok makamnya dibikin bangunan/dibangun, sedangkan Rosulullah sendiri melarangnya, termasuk masjid yang di dalamnya ada makamnya kan tidak boleh juga. Apa benar dulu sempat ada rencana pencurian jenazah Rosulullah oleh orang nasrani?Terus apa benar dulu pernah mau dibongkar oleh "Wahabi", dan apa alasannya? Jazakallahukhairan. (Mimin Deca Kurniawan)
Jawab:
Alhamdulillah washshalaatu wassalaamu 'alaa rasulillah, wa 'alaa aalihi wa shahbihi ajma'in.
Makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terletak di rumah Ummul Mu'minin 'Aisyah radhiyallahu 'anha, yang dahulu letaknya disamping kiri masjid nabawi, tempat yang sekarang dikenal sebagai kuburan beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
Dari Ummul Mu'minin 'Aisyah radhiyallahu 'anhaa beliau berkata:
"Maka ketika sampai di hari giliranku, Allah ta'ala mencabut ruh beliau sedangkan beliau berada diantara dada dan leherku, dan beliau dikubur di rumahku" (HR.Al-Bukhary)
Para ulama menyebutkan bahwa hal ini adalah menjadi kesepakatan (ijma') kaum muslimin.
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
"Tidak ada di dunia ini kuburan nabi yang diketahui secara mutawatir dan ijma' (sepakat) kecuali kuburan nabi kita, adapun yang lain maka terdapat perselisihan" (Majmu' Al Fatawa 27/254).
Adapun bangunan yang berada di atas kuburan nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka sebagaimana yang kami sampaikan di atas bahwa beliau dikubur di dalam rumah. Dan para sahabat radhiyallahu 'anhum sengaja tidak membongkar rumah 'Aisyah karena ditakutkan nanti dijadikan tempat shalat atau sujud, sebagaimana ucapan 'Aisyah:
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda disaat beliau sakit yang beliau tidak bisa bangun karenanya: "Allah melaknat orang-orang yahudi dan nashrani, yang telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (atau tempat bersujud)". Kemudian 'Aisyah berkata: Kalau bukan karena sabda nabi ini niscaya akan dinampakkan kuburan beliau, akan tetapi hal itu tidak dilakukan karena takut dijadikan tempat bersujud (shalat).(Muttafaqun 'alaihi).
Makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam awalnya bukan di dalam masjid, sampai di masa Al-Khulafa Ar-Rasyidin juga demikian, kemudian ketika para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal semua, dan Al-Walid bin Abdul Malik (antara tahun 80 H-100 H) memegang pemerintahan beliau memerintahkan gubernur Madinah saat itu, Umar bin Abdul Aziz rahimahullahu, untuk memperluas masjid Nabawi karena kaum muslimin yang semakin hari semakin banyak. Namun yang disayangkan adalah diperluasnya masjid nabawi ke arah timur sehingga masuklah rumah 'Aisyah yang di dalamnya ada makam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan Umar ke dalam area masjid. Para ulama saat itu -diantaranya adalah tujuh ahli fiqh Madinah di zaman tabi'in- mengingkari dengan lisan perluasan ke arah timur ini, karena hadist-hadist menunjukkan larangan membangun masjid di atas kuburan.
Adapun usaha pencurian jasad Nabi shallallahu 'alaihi wasallam oleh orang nashrani maka ceritanya ada di kitab Wafaa'ul Wafaa (2/431-433) karangan As-Samhudi (wafat 911 H), namun sebagian ulama meragukan kebenaran kisah ini.
Tidak benar berita bahwa orang-orang yang dinamakan oleh sebagian orang dengan "Wahabi" pernah mau membongkar kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan memindahkan jenazahnya. Bagaimana mereka melakukannya sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah tidak mencabut ruh seorang nabi kecuali di tempat yang dia (nabi tersebut) ingin supaya dia dikuburkan disitu" (HR. At-Tirmidzy, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Wallahu a'lam.